BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini perkembangan teknologi
sangat berkembang pesat. Dampak dari perkembangan teknologi ini menyebabkan
penghargaan terhadap nilai-nilai agama dan kebudayaan semakin menurun.
Akibatnya perilaku moral dan tindakan yang dilakukan oleh manusia jauh dari
nilai agama dan kebudayaan yang ada. Banyak kaum muda yang terpengaruh dengan
perkembangan teknologi atau pengaruh luar pada saat ini. Tingkah laku dan gaya
pergaulan terjerumus kedalam hal yang tidak baik, termasuk seks bebas dikalangan
pemuda.
Dalam makalah ini penulis akan
memuat langkah-langkah yang ditempuh dalam pengambilan keputusan etis. Akan
tetapi secara khusus dalam makalah ini akan membahas premiterial sex atau sex
sebelum menikah di kalangan anak muda yang sangat dilematis, serta tanggapan
etis yang akan penulis paparkan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Langkah-langkah yang perlu
ditempuh dalam pengambilan keputusan etis.
Menurut Phil Eka Darmaputera, dalam
buku Etika Sederhana Untuk Semua:
Perkenalan Pertama, ada beberapa langkah-langkah perlu ditempuh untuk
pengambilan keputusan etis secara Kristiani, antara lain:
1.1 Langkah pertama
Langkah awal yang harus ditempuh
dalam pengambilan keputusan etis adalah sebisa mungkin untuk dapat mengenali
masalah yang sedang dihadapi. Ada beberapa cara pengenalan masalah yang harus
dilakukan, antara lain:
a. Pengenalan
terhadap kasus yang sedang dihadapi.
b. Pengenalan
terhadap masalah yang sedang dihadapi.
c. Dalam
kasus dan masalah yang sedang dihadapi, carilah apa yang dikatakan oleh para
ahli di berbagai bidang terkait kasus dan masalah tersebut.
Setelah
mengenali kasus dan masalah serta pendapat para ahli, yang selanjutnya dilakukan, antara lain:
Ø Mengenali
masalah yang dihadapi secara lebih tajam dan mendalam.
Ø Menyadari
dan memahami pilihan-pilihan yang akan dilakukan kedepannya.
Ø Mengetahui
keterlibatan akan hal yang positif maupun negative pada setiap pilihan yang
lebih jelas.
d. Letakkan
kasus dan masalah tersebut di dalam konteks sosial budaya yang ada dengan mempertimbangkan
system nilai yang ada dalam sosial budaya tersebut. Apabila system nilai
memberikan jalan keluar maka kasus dan masalah dapat diatasi dengan baik dengan
pengambilan keputusan yang sesuai terhadap nilai tersebut. Sebaliknya, apabila
system nilai yang ada justru menambah masalah bahkan menimbulkan masalah baru
harus berhati-hati dalam mengambil keputusan.
1.2
Langkah kedua
Langkah kedua
adalah mempertimbangkan setiap masalah, pilihan, dan akibat yang telah
dirangkumkan diatas, berdasarkan iman kristiani.
a. Asumsi
dasar positif: buatlah asumsi dasar positif, kemudian berikan penilaian
terhadap masalah, pilihan dan akibat dari apa yang sudah dirangkum, berdasarkan
asumsi dasar positif tersebut. Lalu tentukan apa yang “harus” dilakukan.
b. Asumsi
dasar negatif: dari apa yang “harus” dilakukan, muncul pertanyaan yaitu apakah
“dapat” dilaksanakan? Jika “ya”, maka proses pengambilan keputusan etis
berakhir disini. Dalam artian “laksanakanlah itu”. Apabila yang “harus”
dilakukan “tidak dapat dilaksanakan”, maka rumuskan keterbatasan yang ada dalam
diri secara pribadi sampai keterbasan itu dapat diatasi. Setelah keterbatasan
itu dapat diatasi, rumuskan tindakan dan kemudian ujilah itu didalam praktek.
Tanggapan
Kritis:
Menurut penulis langkah-langkah pengambilan
keputusan etis secara kristiani yang diungkapkan oleh Phil Eka Darmaputera
adalah cara pengambilan keputusan yang baik. langkah-langkah yang dipaparkan
sangat sistematis dan jelas. Penggunaan kalimat mudah untuk dimengerti. Sebagai
orang Kristen sangat penting untuk mengetahui bagaimana cara atau
langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengambilan keputusan etis.
Pengambilan keputusan etis secara kristiani akan menentukan keharusan dari
tindakan seorang Kristen dalam mengatasi kasus dan permasalahan yang ada. Sebagai mahasiswa teologi, ada banyak
pergumulan dan permasalahan yang dihadapi. Akan tetapi dengan mengetahui cara
pengambilan keputusan etis secara kristiani, pemecahan masalah dan pergumulan
yang dihadapi akan mudah untuk diatasi tanpa merugikan pihak manapun, misalnya
tindak kekerasan.
Menurut
Phil Eka Darmaputera keputusan etis seharusnya merupakan keputusan yang
eksistensial, yang menyangkut seluruh keberadaan manusia. Yang tidak kehilangan
spontannitas maupun intensitasnya. Didalam menghadapi keputusan etis, anda
tidak berhadapan dengan persoalan matematis (yang bersangkutan), tetapi
berhadapan dengan kompleksitas hidup ini sendiri.
Mengambil keputusan etis, berarti mengambil
keputusan terhadap masalah yang sulit terpecahkan (kompleksitas) dalam
kehidupan. Penting bagi seorang pendeta untuk dapat mengambil keputusan etis
yang tepat dan akurat.
2. Premarital Sex
Premarital
sex adalah seks sebelum nikah. Di dalam masyarakat sekular (Masyarakat sekular
adalah sebuah masyarakat yang yang menyediakan bagi ketidakpercayaan dan
keraguan agama, bersama-sama dengan pilihan untuk percaya, contohnya Amerika
Serikat)[1] premarital
sex banyak diterima dikalangan masyarakat. Premarital sex sebenarnya tidak
hanya antara kaum pemuda yang belum menikah saja, tetapi premarital sex juga
dapat terjadi dikalangan orang-orang dewasa yang sudah menikah misalnya seorang
suami yang berhubungan seks dengan perempuan yang bukan istrinya atau seorang
istri yang berhubungan seks dengan laki-laki yang bukan suaminya. Premarital
seks dapat dikatakan sebagai perzinahan.[2]
Seks dianggap suci apabila dilakukan oleh pasangan suami dan istri.[3]
Premarital sex dipandang sebagai
perzinahan. Agama manapun tidak ada yang menyetujui akan hal perzinahan. Di
Indonesia terdapat undang-undang tentang perzinahan. Akan tetapi dikalangan
masyarakat sekular premarital sex ini diterima dan dianggap sebagai suatu
tindakan yang biasa-biasa saja. Premarital seks memang menjadi isu yang
dilematis dikalangan masyarakat, terkhususnya masyarakat Indonesia.
Ada berbagai dampak dari premarital
sex di kalangan anak muda, antara lain:
·
Masa depan kaum muda akan hancur
·
Timbulnya penyakit psiokologis
·
Timbulnya penyakit kelamin
·
Moral menjadi rusak
·
Spiritual melemah.
Etika konservatif atau tradisional
jelas bahwa premarital sex apapun bentuknya adalah salah. Etika tradisional
pada umumnya meliputi nilai-nilai sosial dan budaya. kebiasaan-kebiasaan,
perilaku dan tindakan yang ada di masyarakat diatur sesuai dengan adat
istiadat. Apabila perilaku dan tindakan tidak sesuai dengan aturan yang ada di
masyarakat ini tidak di turuti maka akan di anggap salah, termasuk premarital
sex. Akan tetapi seringkali etika tradisional ini dianggap tidak lagi memadai
karena hanya menimbulkan kemunafikan dan depresi. Hal ini disebabkan karena
etika tradisional hilang karena teknologi. Masyarakat (kaum muda) telah
terpengaruh akan kemajuan teknologi sehingga penghargaan terhadap nilai-nilai
sosial dan budaya semakin menurun. Kaum muda memilih gaya hidup modern dibandingkan
tradisional, karena takut dianggap ketinggalan jaman dan kuno, akibatnya
premarital sex sering dilakukan dikalangan muda-mudi. Hal ini sangat berdampak
bagi etika tradisional.
Tanggapan Etis:
Menurut penulis perubahan paradigma terhadap
etika tradisional dalam hal premarital sex berdampak kurang baik. Berangkat
dari cara berpikir etis deontologis, premarital sex dianggap salah karena sudah
melanggar hukum dan aturan yang sudah di tetapkan.[4] Premarital
sex memang diterima di kalangan masyarakat sekular, akan tetapi perilaku sex
diluar nikah akan menjadikan manusia itu menjadi tidak sehat, baik secara
fisik, spiritual, dan psikologis. Dampak inilah yang tidak dinginkan dari
perspektif etika konservatif atau tradisional. Dengan kata lain premarital sex
mutlak salah.
Menurut penulis perubahan paradigma
ini juga berdampak bagi etika Kristen, karena bisa saja etika Kristen juga
dianggap tidak lagi memadai dalam hal premarital sex. Berdasarkan perspektif
Etika Kristen, premarital sex juga dianggap sebagai suatu tindakan yang salah
dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kekristenan. Penolakan akan premarital sex
sangat terlihat jelas. Akan tetapi Yesus tidak menginginkan orang yang
melakukan perzinahan harus dihakimi dan dihukum (Yoh 8: 1-11). Walaupun demikian, tetap saja tindakan yang
dilakukan itu adalah salah. Sebagai orang Kristen seharusnya perilaku
premarital sex ini harus di tolak, karena secara otomatis orang yang demikian
akan berdosa. Pandangan Alkitab tentang perzinahan sudah di beri cap buruk.
Dalam Alkitab Perjanjian Lama Perempuan diciptakan
supaya laki-laki tidak kesepian dan membutuhkan teman hidup (kej 2:18)
tujuannya supaya terjadi komunitas manusia yang dinyatakan dalam kesatuan
daging dan tulang (kej 2:22-24). Seks bukan suatu tindakan yang didasarkan
naluri semata-mata, melainkan perilaku yang harus diatur, dikendalikan, dan
ditata sesuai dengan hakekat manusia sebagai gambar/citra Allah. Kalau terjadi
penyimpangan seks bukanlah karena seks itu kotor atau najis tetapi Karena
manusia yang melakukannya dikuasai dan dikendalikan oleh seksnya.
Hubungan seks
harus dialami dengan pernikahan karena salah satu tujuan pernikahan adalah
hubungan seks (intim). Perjanjian lama sangat menekankan mandat regenerasi
sebagai salah satu tugas manusia yang penting :”beranak cuculah dan bertambah
banyak (kej 1:28). Melakukan hubungan seks secara sembarangan akan melahirkan
generasi yang tidak tertata. Akibatnya adalah kekacauan dalam kehidupan manusia
(kej 6:1-7; roma 1:24-32). Di sini menegaskan bahwa kejahatan seksual adalah
refleksi dari ketidaksetiaan kepada Tuhan, Sang pencipta.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Tidak seorangpun manusia yang hidup di dunia ini tanpa
masalah, dan masalah-masalah tersebut terkadang rumit untuk di selesaikan. Akan
tetapi apabila mengetahui langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam pengambilan
keputusan etis, penulis yakin bahwa masalah yang ada akan mudah dan cepat
terselesaikan.
Premarital seks memang menjadi isu
yang dilematis dikalangan masyarakat, terkhususnya masyarakat Indonesia.
perubahan paradigma terhadap etika tradisional dalam hal premarital sex
berdampak kurang baik. Berangkat dari cara berpikir etis deontologis,
premarital sex dianggap salah karena sudah melanggar hukum dan aturan yang
sudah di tetapkan. Premarital sex memang diterima di kalangan masyarakat
sekular, akan tetapi perilaku sex diluar nikah akan menjadikan manusia itu
menjadi tidak sehat, baik secara fisik, spiritual, dan psikologis. Menurut
penulis perubahan paradigma ini juga berdampak bagi etika Kristen, karena bisa
saja etika Kristen juga dianggap tidak lagi memadai dalam hal premarital sex.
Berdasarkan perspektif Etika Kristen, premarital sex juga dianggap sebagai
suatu tindakan yang salah dan tidak sesuai dengan nilai-nilai
[1]Bahia Tahzib-Lie, W. Cole Durham,
Tore Lindholm, Oslo Coalition on Freedom of
Religion or Belief,
Brigham Young University.
International Center for Law and Religion Studies, Norsk senter for
menneskerettigheter,
Kebebasan beragama atau keyakinan,
seberapa jauh? (kanisius, 2010) 127.
[4] Bdk. Idrus Sasirais, Bahan kuliah Etika 1 (Banjarmasin, STT
GKE, 2014).
ka..masukin lgi mklah tentang Teologi kontekstual yg mnggunakan model terjemahan,antropologis dan praksis...
BalasHapus