Selasa, 05 April 2016

Langkah Pengambilan Keputusan Etis (Phil Eka Darmaputra) dan Tanggapan Terhadap Premarital Sex



BAB I
PENDAHULUAN
            Dewasa ini perkembangan teknologi sangat berkembang pesat. Dampak dari perkembangan teknologi ini menyebabkan penghargaan terhadap nilai-nilai agama dan kebudayaan semakin menurun. Akibatnya perilaku moral dan tindakan yang dilakukan oleh manusia jauh dari nilai agama dan kebudayaan yang ada. Banyak kaum muda yang terpengaruh dengan perkembangan teknologi atau pengaruh luar pada saat ini. Tingkah laku dan gaya pergaulan terjerumus kedalam hal yang tidak baik, termasuk seks bebas dikalangan pemuda.
            Dalam makalah ini penulis akan memuat langkah-langkah yang ditempuh dalam pengambilan keputusan etis. Akan tetapi secara khusus dalam makalah ini akan membahas premiterial sex atau sex sebelum menikah di kalangan anak muda yang sangat dilematis, serta tanggapan etis yang akan penulis paparkan.












BAB II
PEMBAHASAN
1. Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam pengambilan keputusan etis.
            Menurut Phil Eka Darmaputera, dalam buku Etika Sederhana Untuk Semua: Perkenalan Pertama, ada beberapa langkah-langkah perlu ditempuh untuk pengambilan keputusan etis secara Kristiani, antara lain:
1.1 Langkah pertama
            Langkah awal yang harus ditempuh dalam pengambilan keputusan etis adalah sebisa mungkin untuk dapat mengenali masalah yang sedang dihadapi. Ada beberapa cara pengenalan masalah yang harus dilakukan, antara lain:
a.       Pengenalan terhadap kasus yang sedang dihadapi.
b.      Pengenalan terhadap masalah yang sedang dihadapi.
c.       Dalam kasus dan masalah yang sedang dihadapi, carilah apa yang dikatakan oleh para ahli di berbagai bidang terkait kasus dan masalah tersebut.
            Setelah mengenali kasus dan masalah serta pendapat para ahli, yang selanjutnya     dilakukan, antara lain:
Ø  Mengenali masalah yang dihadapi secara lebih tajam dan mendalam.
Ø  Menyadari dan memahami pilihan-pilihan yang akan dilakukan kedepannya.
Ø  Mengetahui keterlibatan akan hal yang positif maupun negative pada setiap pilihan yang lebih jelas.
d.   Letakkan kasus dan masalah tersebut di dalam konteks sosial budaya yang ada dengan mempertimbangkan system nilai yang ada dalam sosial budaya tersebut. Apabila system nilai memberikan jalan keluar maka kasus dan masalah dapat diatasi dengan baik dengan pengambilan keputusan yang sesuai terhadap nilai tersebut. Sebaliknya, apabila system nilai yang ada justru menambah masalah bahkan menimbulkan masalah baru harus berhati-hati dalam mengambil keputusan.

1.2 Langkah kedua
            Langkah kedua adalah mempertimbangkan setiap masalah, pilihan, dan akibat yang telah dirangkumkan diatas, berdasarkan iman kristiani.
a.       Asumsi dasar positif: buatlah asumsi dasar positif, kemudian berikan penilaian terhadap masalah, pilihan dan akibat dari apa yang sudah dirangkum, berdasarkan asumsi dasar positif tersebut. Lalu tentukan apa yang “harus” dilakukan.
b.      Asumsi dasar negatif: dari apa yang “harus” dilakukan, muncul pertanyaan yaitu apakah “dapat” dilaksanakan? Jika “ya”, maka proses pengambilan keputusan etis berakhir disini. Dalam artian “laksanakanlah itu”. Apabila yang “harus” dilakukan “tidak dapat dilaksanakan”, maka rumuskan keterbatasan yang ada dalam diri secara pribadi sampai keterbasan itu dapat diatasi. Setelah keterbatasan itu dapat diatasi, rumuskan tindakan dan kemudian ujilah itu didalam praktek.

Tanggapan Kritis:
Menurut penulis langkah-langkah pengambilan keputusan etis secara kristiani yang diungkapkan oleh Phil Eka Darmaputera adalah cara pengambilan keputusan yang baik. langkah-langkah yang dipaparkan sangat sistematis dan jelas. Penggunaan kalimat mudah untuk dimengerti. Sebagai orang Kristen sangat penting untuk mengetahui bagaimana cara atau langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengambilan keputusan etis. Pengambilan keputusan etis secara kristiani akan menentukan keharusan dari tindakan seorang Kristen dalam mengatasi kasus dan permasalahan yang ada.  Sebagai mahasiswa teologi, ada banyak pergumulan dan permasalahan yang dihadapi. Akan tetapi dengan mengetahui cara pengambilan keputusan etis secara kristiani, pemecahan masalah dan pergumulan yang dihadapi akan mudah untuk diatasi tanpa merugikan pihak manapun, misalnya tindak kekerasan.

Menurut Phil Eka Darmaputera keputusan etis seharusnya merupakan keputusan yang eksistensial, yang menyangkut seluruh keberadaan manusia. Yang tidak kehilangan spontannitas maupun intensitasnya. Didalam menghadapi keputusan etis, anda tidak berhadapan dengan persoalan matematis (yang bersangkutan), tetapi berhadapan dengan kompleksitas hidup ini sendiri.

Mengambil keputusan etis, berarti mengambil keputusan terhadap masalah yang sulit terpecahkan (kompleksitas) dalam kehidupan. Penting bagi seorang pendeta untuk dapat mengambil keputusan etis yang tepat dan akurat.

2. Premarital Sex
Premarital sex adalah seks sebelum nikah. Di dalam masyarakat sekular (Masyarakat sekular adalah sebuah masyarakat yang yang menyediakan bagi ketidakpercayaan dan keraguan agama, bersama-sama dengan pilihan untuk percaya, contohnya Amerika Serikat)[1] premarital sex banyak diterima dikalangan masyarakat. Premarital sex sebenarnya tidak hanya antara kaum pemuda yang belum menikah saja, tetapi premarital sex juga dapat terjadi dikalangan orang-orang dewasa yang sudah menikah misalnya seorang suami yang berhubungan seks dengan perempuan yang bukan istrinya atau seorang istri yang berhubungan seks dengan laki-laki yang bukan suaminya. Premarital seks dapat dikatakan sebagai perzinahan.[2] Seks dianggap suci apabila dilakukan oleh pasangan suami dan istri.[3]
            Premarital sex dipandang sebagai perzinahan. Agama manapun tidak ada yang menyetujui akan hal perzinahan. Di Indonesia terdapat undang-undang tentang perzinahan. Akan tetapi dikalangan masyarakat sekular premarital sex ini diterima dan dianggap sebagai suatu tindakan yang biasa-biasa saja. Premarital seks memang menjadi isu yang dilematis dikalangan masyarakat, terkhususnya masyarakat Indonesia.
            Ada berbagai dampak dari premarital sex di kalangan anak muda, antara lain:
·         Masa depan kaum muda akan hancur
·         Timbulnya penyakit psiokologis
·         Timbulnya penyakit kelamin
·         Moral menjadi rusak
·         Spiritual melemah.
            Etika konservatif atau tradisional jelas bahwa premarital sex apapun bentuknya adalah salah. Etika tradisional pada umumnya meliputi nilai-nilai sosial dan budaya. kebiasaan-kebiasaan, perilaku dan tindakan yang ada di masyarakat diatur sesuai dengan adat istiadat. Apabila perilaku dan tindakan tidak sesuai dengan aturan yang ada di masyarakat ini tidak di turuti maka akan di anggap salah, termasuk premarital sex. Akan tetapi seringkali etika tradisional ini dianggap tidak lagi memadai karena hanya menimbulkan kemunafikan dan depresi. Hal ini disebabkan karena etika tradisional hilang karena teknologi. Masyarakat (kaum muda) telah terpengaruh akan kemajuan teknologi sehingga penghargaan terhadap nilai-nilai sosial dan budaya semakin menurun. Kaum muda memilih gaya hidup modern dibandingkan tradisional, karena takut dianggap ketinggalan jaman dan kuno, akibatnya premarital sex sering dilakukan dikalangan muda-mudi. Hal ini sangat berdampak bagi etika tradisional.
Tanggapan Etis:
            Menurut penulis perubahan paradigma terhadap etika tradisional dalam hal premarital sex berdampak kurang baik. Berangkat dari cara berpikir etis deontologis, premarital sex dianggap salah karena sudah melanggar hukum dan aturan yang sudah di tetapkan.[4] Premarital sex memang diterima di kalangan masyarakat sekular, akan tetapi perilaku sex diluar nikah akan menjadikan manusia itu menjadi tidak sehat, baik secara fisik, spiritual, dan psikologis. Dampak inilah yang tidak dinginkan dari perspektif etika konservatif atau tradisional. Dengan kata lain premarital sex mutlak salah.
            Menurut penulis perubahan paradigma ini juga berdampak bagi etika Kristen, karena bisa saja etika Kristen juga dianggap tidak lagi memadai dalam hal premarital sex. Berdasarkan perspektif Etika Kristen, premarital sex juga dianggap sebagai suatu tindakan yang salah dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kekristenan. Penolakan akan premarital sex sangat terlihat jelas. Akan tetapi Yesus tidak menginginkan orang yang melakukan perzinahan harus dihakimi dan dihukum (Yoh 8: 1-11). Walaupun demikian, tetap saja tindakan yang dilakukan itu adalah salah. Sebagai orang Kristen seharusnya perilaku premarital sex ini harus di tolak, karena secara otomatis orang yang demikian akan berdosa. Pandangan Alkitab tentang perzinahan sudah di beri cap buruk. Dalam Alkitab Perjanjian Lama Perempuan diciptakan supaya laki-laki tidak kesepian dan membutuhkan teman hidup (kej 2:18) tujuannya supaya terjadi komunitas manusia yang dinyatakan dalam kesatuan daging dan tulang (kej 2:22-24). Seks bukan suatu tindakan yang didasarkan naluri semata-mata, melainkan perilaku yang harus diatur, dikendalikan, dan ditata sesuai dengan hakekat manusia sebagai gambar/citra Allah. Kalau terjadi penyimpangan seks bukanlah karena seks itu kotor atau najis tetapi Karena manusia yang melakukannya dikuasai dan dikendalikan oleh seksnya.
            Hubungan seks harus dialami dengan pernikahan karena salah satu tujuan pernikahan adalah hubungan seks (intim). Perjanjian lama sangat menekankan mandat regenerasi sebagai salah satu tugas manusia yang penting :”beranak cuculah dan bertambah banyak (kej 1:28). Melakukan hubungan seks secara sembarangan akan melahirkan generasi yang tidak tertata. Akibatnya adalah kekacauan dalam kehidupan manusia (kej 6:1-7; roma 1:24-32). Di sini menegaskan bahwa kejahatan seksual adalah refleksi dari ketidaksetiaan kepada Tuhan, Sang pencipta.












BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
            Tidak seorangpun manusia yang hidup di dunia ini tanpa masalah, dan masalah-masalah tersebut terkadang rumit untuk di selesaikan. Akan tetapi apabila mengetahui langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam pengambilan keputusan etis, penulis yakin bahwa masalah yang ada akan mudah dan cepat terselesaikan.
            Premarital seks memang menjadi isu yang dilematis dikalangan masyarakat, terkhususnya masyarakat Indonesia. perubahan paradigma terhadap etika tradisional dalam hal premarital sex berdampak kurang baik. Berangkat dari cara berpikir etis deontologis, premarital sex dianggap salah karena sudah melanggar hukum dan aturan yang sudah di tetapkan. Premarital sex memang diterima di kalangan masyarakat sekular, akan tetapi perilaku sex diluar nikah akan menjadikan manusia itu menjadi tidak sehat, baik secara fisik, spiritual, dan psikologis. Menurut penulis perubahan paradigma ini juga berdampak bagi etika Kristen, karena bisa saja etika Kristen juga dianggap tidak lagi memadai dalam hal premarital sex. Berdasarkan perspektif Etika Kristen, premarital sex juga dianggap sebagai suatu tindakan yang salah dan tidak sesuai dengan nilai-nilai



                [2]Bdk. Simon, Christoper Danes, Masalah-Masalah Moral Sosial Aktual dalam Perspektif Iman Kristen (Kanisius, 2000) 57.
                [3] Bdk. Dr. Robert P. Borrong, Etika Seksual Kontemporer, (Bandung: Ink Media, 2006) 47.
[4] Bdk. Idrus Sasirais, Bahan kuliah Etika 1 (Banjarmasin, STT GKE, 2014).

1 komentar:

  1. ka..masukin lgi mklah tentang Teologi kontekstual yg mnggunakan model terjemahan,antropologis dan praksis...

    BalasHapus