Selasa, 05 April 2016

Langkah Pengambilan Keputusan Etis (Phil Eka Darmaputra) dan Tanggapan Terhadap Premarital Sex



BAB I
PENDAHULUAN
            Dewasa ini perkembangan teknologi sangat berkembang pesat. Dampak dari perkembangan teknologi ini menyebabkan penghargaan terhadap nilai-nilai agama dan kebudayaan semakin menurun. Akibatnya perilaku moral dan tindakan yang dilakukan oleh manusia jauh dari nilai agama dan kebudayaan yang ada. Banyak kaum muda yang terpengaruh dengan perkembangan teknologi atau pengaruh luar pada saat ini. Tingkah laku dan gaya pergaulan terjerumus kedalam hal yang tidak baik, termasuk seks bebas dikalangan pemuda.
            Dalam makalah ini penulis akan memuat langkah-langkah yang ditempuh dalam pengambilan keputusan etis. Akan tetapi secara khusus dalam makalah ini akan membahas premiterial sex atau sex sebelum menikah di kalangan anak muda yang sangat dilematis, serta tanggapan etis yang akan penulis paparkan.












BAB II
PEMBAHASAN
1. Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam pengambilan keputusan etis.
            Menurut Phil Eka Darmaputera, dalam buku Etika Sederhana Untuk Semua: Perkenalan Pertama, ada beberapa langkah-langkah perlu ditempuh untuk pengambilan keputusan etis secara Kristiani, antara lain:
1.1 Langkah pertama
            Langkah awal yang harus ditempuh dalam pengambilan keputusan etis adalah sebisa mungkin untuk dapat mengenali masalah yang sedang dihadapi. Ada beberapa cara pengenalan masalah yang harus dilakukan, antara lain:
a.       Pengenalan terhadap kasus yang sedang dihadapi.
b.      Pengenalan terhadap masalah yang sedang dihadapi.
c.       Dalam kasus dan masalah yang sedang dihadapi, carilah apa yang dikatakan oleh para ahli di berbagai bidang terkait kasus dan masalah tersebut.
            Setelah mengenali kasus dan masalah serta pendapat para ahli, yang selanjutnya     dilakukan, antara lain:
Ø  Mengenali masalah yang dihadapi secara lebih tajam dan mendalam.
Ø  Menyadari dan memahami pilihan-pilihan yang akan dilakukan kedepannya.
Ø  Mengetahui keterlibatan akan hal yang positif maupun negative pada setiap pilihan yang lebih jelas.
d.   Letakkan kasus dan masalah tersebut di dalam konteks sosial budaya yang ada dengan mempertimbangkan system nilai yang ada dalam sosial budaya tersebut. Apabila system nilai memberikan jalan keluar maka kasus dan masalah dapat diatasi dengan baik dengan pengambilan keputusan yang sesuai terhadap nilai tersebut. Sebaliknya, apabila system nilai yang ada justru menambah masalah bahkan menimbulkan masalah baru harus berhati-hati dalam mengambil keputusan.

1.2 Langkah kedua
            Langkah kedua adalah mempertimbangkan setiap masalah, pilihan, dan akibat yang telah dirangkumkan diatas, berdasarkan iman kristiani.
a.       Asumsi dasar positif: buatlah asumsi dasar positif, kemudian berikan penilaian terhadap masalah, pilihan dan akibat dari apa yang sudah dirangkum, berdasarkan asumsi dasar positif tersebut. Lalu tentukan apa yang “harus” dilakukan.
b.      Asumsi dasar negatif: dari apa yang “harus” dilakukan, muncul pertanyaan yaitu apakah “dapat” dilaksanakan? Jika “ya”, maka proses pengambilan keputusan etis berakhir disini. Dalam artian “laksanakanlah itu”. Apabila yang “harus” dilakukan “tidak dapat dilaksanakan”, maka rumuskan keterbatasan yang ada dalam diri secara pribadi sampai keterbasan itu dapat diatasi. Setelah keterbatasan itu dapat diatasi, rumuskan tindakan dan kemudian ujilah itu didalam praktek.

Tanggapan Kritis:
Menurut penulis langkah-langkah pengambilan keputusan etis secara kristiani yang diungkapkan oleh Phil Eka Darmaputera adalah cara pengambilan keputusan yang baik. langkah-langkah yang dipaparkan sangat sistematis dan jelas. Penggunaan kalimat mudah untuk dimengerti. Sebagai orang Kristen sangat penting untuk mengetahui bagaimana cara atau langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengambilan keputusan etis. Pengambilan keputusan etis secara kristiani akan menentukan keharusan dari tindakan seorang Kristen dalam mengatasi kasus dan permasalahan yang ada.  Sebagai mahasiswa teologi, ada banyak pergumulan dan permasalahan yang dihadapi. Akan tetapi dengan mengetahui cara pengambilan keputusan etis secara kristiani, pemecahan masalah dan pergumulan yang dihadapi akan mudah untuk diatasi tanpa merugikan pihak manapun, misalnya tindak kekerasan.

Menurut Phil Eka Darmaputera keputusan etis seharusnya merupakan keputusan yang eksistensial, yang menyangkut seluruh keberadaan manusia. Yang tidak kehilangan spontannitas maupun intensitasnya. Didalam menghadapi keputusan etis, anda tidak berhadapan dengan persoalan matematis (yang bersangkutan), tetapi berhadapan dengan kompleksitas hidup ini sendiri.

Mengambil keputusan etis, berarti mengambil keputusan terhadap masalah yang sulit terpecahkan (kompleksitas) dalam kehidupan. Penting bagi seorang pendeta untuk dapat mengambil keputusan etis yang tepat dan akurat.

2. Premarital Sex
Premarital sex adalah seks sebelum nikah. Di dalam masyarakat sekular (Masyarakat sekular adalah sebuah masyarakat yang yang menyediakan bagi ketidakpercayaan dan keraguan agama, bersama-sama dengan pilihan untuk percaya, contohnya Amerika Serikat)[1] premarital sex banyak diterima dikalangan masyarakat. Premarital sex sebenarnya tidak hanya antara kaum pemuda yang belum menikah saja, tetapi premarital sex juga dapat terjadi dikalangan orang-orang dewasa yang sudah menikah misalnya seorang suami yang berhubungan seks dengan perempuan yang bukan istrinya atau seorang istri yang berhubungan seks dengan laki-laki yang bukan suaminya. Premarital seks dapat dikatakan sebagai perzinahan.[2] Seks dianggap suci apabila dilakukan oleh pasangan suami dan istri.[3]
            Premarital sex dipandang sebagai perzinahan. Agama manapun tidak ada yang menyetujui akan hal perzinahan. Di Indonesia terdapat undang-undang tentang perzinahan. Akan tetapi dikalangan masyarakat sekular premarital sex ini diterima dan dianggap sebagai suatu tindakan yang biasa-biasa saja. Premarital seks memang menjadi isu yang dilematis dikalangan masyarakat, terkhususnya masyarakat Indonesia.
            Ada berbagai dampak dari premarital sex di kalangan anak muda, antara lain:
·         Masa depan kaum muda akan hancur
·         Timbulnya penyakit psiokologis
·         Timbulnya penyakit kelamin
·         Moral menjadi rusak
·         Spiritual melemah.
            Etika konservatif atau tradisional jelas bahwa premarital sex apapun bentuknya adalah salah. Etika tradisional pada umumnya meliputi nilai-nilai sosial dan budaya. kebiasaan-kebiasaan, perilaku dan tindakan yang ada di masyarakat diatur sesuai dengan adat istiadat. Apabila perilaku dan tindakan tidak sesuai dengan aturan yang ada di masyarakat ini tidak di turuti maka akan di anggap salah, termasuk premarital sex. Akan tetapi seringkali etika tradisional ini dianggap tidak lagi memadai karena hanya menimbulkan kemunafikan dan depresi. Hal ini disebabkan karena etika tradisional hilang karena teknologi. Masyarakat (kaum muda) telah terpengaruh akan kemajuan teknologi sehingga penghargaan terhadap nilai-nilai sosial dan budaya semakin menurun. Kaum muda memilih gaya hidup modern dibandingkan tradisional, karena takut dianggap ketinggalan jaman dan kuno, akibatnya premarital sex sering dilakukan dikalangan muda-mudi. Hal ini sangat berdampak bagi etika tradisional.
Tanggapan Etis:
            Menurut penulis perubahan paradigma terhadap etika tradisional dalam hal premarital sex berdampak kurang baik. Berangkat dari cara berpikir etis deontologis, premarital sex dianggap salah karena sudah melanggar hukum dan aturan yang sudah di tetapkan.[4] Premarital sex memang diterima di kalangan masyarakat sekular, akan tetapi perilaku sex diluar nikah akan menjadikan manusia itu menjadi tidak sehat, baik secara fisik, spiritual, dan psikologis. Dampak inilah yang tidak dinginkan dari perspektif etika konservatif atau tradisional. Dengan kata lain premarital sex mutlak salah.
            Menurut penulis perubahan paradigma ini juga berdampak bagi etika Kristen, karena bisa saja etika Kristen juga dianggap tidak lagi memadai dalam hal premarital sex. Berdasarkan perspektif Etika Kristen, premarital sex juga dianggap sebagai suatu tindakan yang salah dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kekristenan. Penolakan akan premarital sex sangat terlihat jelas. Akan tetapi Yesus tidak menginginkan orang yang melakukan perzinahan harus dihakimi dan dihukum (Yoh 8: 1-11). Walaupun demikian, tetap saja tindakan yang dilakukan itu adalah salah. Sebagai orang Kristen seharusnya perilaku premarital sex ini harus di tolak, karena secara otomatis orang yang demikian akan berdosa. Pandangan Alkitab tentang perzinahan sudah di beri cap buruk. Dalam Alkitab Perjanjian Lama Perempuan diciptakan supaya laki-laki tidak kesepian dan membutuhkan teman hidup (kej 2:18) tujuannya supaya terjadi komunitas manusia yang dinyatakan dalam kesatuan daging dan tulang (kej 2:22-24). Seks bukan suatu tindakan yang didasarkan naluri semata-mata, melainkan perilaku yang harus diatur, dikendalikan, dan ditata sesuai dengan hakekat manusia sebagai gambar/citra Allah. Kalau terjadi penyimpangan seks bukanlah karena seks itu kotor atau najis tetapi Karena manusia yang melakukannya dikuasai dan dikendalikan oleh seksnya.
            Hubungan seks harus dialami dengan pernikahan karena salah satu tujuan pernikahan adalah hubungan seks (intim). Perjanjian lama sangat menekankan mandat regenerasi sebagai salah satu tugas manusia yang penting :”beranak cuculah dan bertambah banyak (kej 1:28). Melakukan hubungan seks secara sembarangan akan melahirkan generasi yang tidak tertata. Akibatnya adalah kekacauan dalam kehidupan manusia (kej 6:1-7; roma 1:24-32). Di sini menegaskan bahwa kejahatan seksual adalah refleksi dari ketidaksetiaan kepada Tuhan, Sang pencipta.












BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
            Tidak seorangpun manusia yang hidup di dunia ini tanpa masalah, dan masalah-masalah tersebut terkadang rumit untuk di selesaikan. Akan tetapi apabila mengetahui langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam pengambilan keputusan etis, penulis yakin bahwa masalah yang ada akan mudah dan cepat terselesaikan.
            Premarital seks memang menjadi isu yang dilematis dikalangan masyarakat, terkhususnya masyarakat Indonesia. perubahan paradigma terhadap etika tradisional dalam hal premarital sex berdampak kurang baik. Berangkat dari cara berpikir etis deontologis, premarital sex dianggap salah karena sudah melanggar hukum dan aturan yang sudah di tetapkan. Premarital sex memang diterima di kalangan masyarakat sekular, akan tetapi perilaku sex diluar nikah akan menjadikan manusia itu menjadi tidak sehat, baik secara fisik, spiritual, dan psikologis. Menurut penulis perubahan paradigma ini juga berdampak bagi etika Kristen, karena bisa saja etika Kristen juga dianggap tidak lagi memadai dalam hal premarital sex. Berdasarkan perspektif Etika Kristen, premarital sex juga dianggap sebagai suatu tindakan yang salah dan tidak sesuai dengan nilai-nilai



                [2]Bdk. Simon, Christoper Danes, Masalah-Masalah Moral Sosial Aktual dalam Perspektif Iman Kristen (Kanisius, 2000) 57.
                [3] Bdk. Dr. Robert P. Borrong, Etika Seksual Kontemporer, (Bandung: Ink Media, 2006) 47.
[4] Bdk. Idrus Sasirais, Bahan kuliah Etika 1 (Banjarmasin, STT GKE, 2014).

Verbatim, Analisa Kasus, dan Refleksi Teologis dalam Pastoral



I. Identitas Konseli
Nama               : Bapak Hr (K1) dan Istri (K2)
Asal Tempat    : Desa Tuyun
Suku                : Dayak Ngaju
Agama             : Kristen Protestan
Pekerjaan         : Swasta (Penambang Emas)
II. Situasi
Pada hari Selasa tanggal 29 April 2015, sekitar Pukul. 15.30, Bapak Hr sudah berada di rumah Sakit Suaka Insan bersama istri (K2) dan adik iparnya .Sebenarnya bapak Hr merupakan pasien yang berasal satu kampong dengan ayah saya. Akan tetapi, bapak Hr sebelumnya tidak mengenali saya karena saya tidak sering kekampung ayah saya. ketika mendengar kabar dari ibu saya dikampung bahwa bapak Hr masuk rumah sakit, saya langsung mengadakan kunjungan pastoral mengingat bapak Hr adalah satu kampong dengan saya.  Sore itu cuaca sangat cerah dan sangat bersahabat. Petugas di sana menyambut saya dengan hangat dan melayani dengan baik..
            .Meskipun  bapak Hr sedang terbaring sakit, tetapi senyum yang ia dan Istrinya coba lemparkan menandakan bahwa kehadiran saya. Senyum yang bapak Hr berikan juga merupakan sinyal positif sebagai semangat untuk melawan penyakit yang tengah dialaminya. Konseli yang saya kunjungi berasal dari Tuyun, pasien bukan merupakan pasien rujukan, tetapi berobat oleh karena kemauan sendiri. Bapak Hr sudah 4 hari ini diopname di RS, setelah sebelumnya di Doris Silvanus Palangkaraya sebanyak 3 kali dan kini di RS Suaka Insan dan Konseli ini dirawat inap di ruang Clemen.
            Berdasarkan apa yang saya amati, konseli adalah orang yang ramah, kemudian konseli juga termasuk orang yang terbuka terhadap masalahnya, keterbukaan demikian membuat perbincangan terasa nyaman, santai dan nyambung. Pembicaraan yang dilakukan sebenarnya menggunakan bahasa Dayak Ngaju. Sebenarnya ibu dan bapak saya panggil mina dan mama, tetapi dalam verbatim saya tetap menggunakan ibu dan bapak. Ibu dan bapak memanggil saya Aken.
 III. Memulai Proses Konseling
Setelah itu memperkenalkan diri, bahwa saya adalah anak dari bapak Atk dan melanjutkan study di STT-GKE Banjarmasin. Saya menjelaskan bahwa saya mendengar kabar tentang bapak Hr yang masuk Rumah sakit.
IV. Proses Verbatim
Ko berjalan ke kamar konseli dengan langkah yang pasti dan mantap, tiba di kamar bapak Hr, Ko terlebih dahulu mengetok pintu…tok…tok…tok…., Ko mengetok.
Ko                   : “permisi bu…boleh saya masuk?”
Ki1              : “ (Ki tampaknya sedang berpikir, siapa yang datang ini?)  o…ya..tentu saja. silahkan masuk..” (Ki menyambut saya dengan senyum yang bersahabat).
Ko                   : “maaf mengganggu istirahat bapak dan ibu, saya juga berasal dari Tuyun ,anak bapak Atk, saya ada mendengar kabar dari ibu saya tentang bapak yang masuk rumah sakit di sini. Makanya saya langsung ke sini. Saya kuliah di STT-GKE bu, ingin melakukan kunjungan doa untuk ibu dan bapak. (Ko melangkah dan mengulurkan tangan bersalaman dengan Ibu yang sedang menjaga suaminya yang sedang terbaring sakit)
Ki2                     : oh ya kah, cucu dari tante mama Rk kan( nenek saya)?, weeeiiss, berarti calon pendeta?
Ko                      : iya bu, benar itu nenek saya,mmmmm kata orang sih begitu bu,
Ki2                     : oh, iya-iya, kamu sudah semester berapa? (ibu Nampak tersenyum)
Ko                      : semester 4 bu,
Ki2                     : dua tahun sudah lah,,
Ko                      : iya bu, dua tahun lagi, masih panjang (Ko sambil separuh tertawa)
Ki2                     : tidak apa-apa, tidak terasa juga nantinya.
Ko                      : aduh, maaf mengganggu bu ya?
Ki2                     :“oh….ya tidak apa-apa, malahan kami senang dikunjungi olehmu. ” (Ki membalas senyum Ko dan mengulurkan tangan bersalaman).
Ko                      : (melangkah menuju tempat tidur bapak Hr yang sedang berbaring sakit dan mengulurkankan tangan memegang tangan bapak Hr) dan berucap “bagaimana keadaan bapak setelah dirawat disini?”
Ki2                     : (bapak berusaha tersenyum) “beginilah, belum ada perkembangan yang pesat tapi sudah lebih mendingan daripada ketika awal masuk kemaren…”.
Ko                      : “oh…(angguk-angguk..) terus, bagaimana perkembangan kesehatan bapak, emm mungkin nafsu makan begitu Pak?”
Ki2                     : “Bapak ini makannya sedikit, karena penyakit gula dan paru-paru, jadi makanan yg dimakan harus dipilih.” ( dengan mimik yang terlihat menahan rasa sakit).
Ki1                     : “sebenarnya Bapak lama sudah sakit, dirawat di rumah, di Palangkaraya, dan baru kesini. Penyakitnya selalu kambuh. Efeknya juga badan bapak sering lemah, maka kami membawa bapak ke rumah sakit ini biar sakitnya tidak bertambah parah lagi.”
Ko                      : ( Ko berfikir dan bergumam dalam hati, banyak juga ya orang yang sakitnya disebabkan oleh kadar gula,) “oh…gitu ya bu…maaf bu, kalau boleh tahu berapa lama bapak diopename?”
Ki1                     : “sudah 4 hari de..dengan hari ini…” (bapak melirik ke arah ibu, seolah-olah tidak yakin dengan jawabannya).
Ki2                     : “iya de…bapak sudah 4 hari dengan hari ini diopname di sini, dan kondisi bapak sudah mulai baikan…Ibu sering berdoa kepada Tuhan untuk bapak, sebab ibu yakin Tuhan selalu ada dan melihat keadaan kita yang minta tolong.”
Ko                      : (mendengar pernyataan Ibu itu Ko sempat tertegun betapa hati seorang ibu ini sangat mengasihi suaminya, lepas dari itu semua, ia memiliki keyakinan yang kuat dan ko koh bahwa Tuhan berkuasa atas hidup manusia, dan mampu melakukan sesuatu yang mustahil bagi manusia) “Baiklah ibu..bapak…mari kita bersama-sama berdoa untuk bapak…kesembuhan dan kekuatan Bapak untuk menjalani masa perawatan beliau, Ibu ada permohonan yang mau disampaikan dalam doa kita”.
Ki1+Ki2             : (Ko melihat ibu, mendekati suaminya dan memegang tangannya untuk berdoa bersama). Ki1 berkata “Doakan juga anak-anak dan keluarga kami yang di Tuyun, yang bekerja untuk menopang biaya perawatan Bapak, dan untuk Bapak supaya cepat sembuh aja dek.”
Ko                      : “Mari kita bersama-sama berdoa” ……..Amin.
Ki1                              : (selesai berdoa K1 membuka matanya, dan Ko melihat air mata mengalir keluar dari kelopak matanya…mata ibu dan bapak itu meneteskan air mata…) “kami mengucapkan terimakasih banyak, atas perkunjungan dan sudah berdoa buat bapak dan kami semua”.
Ki2                     : “iya . .bapak merasa senang dan merasa lega sekarang, karena kamu sudah datang dan berdoa buat bapak dan ibu di sini…khususnya kepada bapak yang sedang sakit..”
Ko                      : “sama-sama ibu – bapak” (Ko melihat bahwa ibu itu sangat perhatian sekali terhadap kondisi bapak, hal itu terlihat ketika air mata mengalir dari kelopak mata si bapak, ibu cepat-cepat mengambil tisue dan mengelapnya walaupun air mata ibu itu sendiri belum disekanya).
“Baiklah ibu – bapak…saya permisi dulu, bapak cepat sembuh ya…karena jam 17.00 ini, saya ada latihan dikampus.
K2                     : iya de, hati-hati,,
Ko                     :obatnya jangan lupa di minum ya pak, dan Ibu tetap semangat ya                                        damping Bapak biar Bapak lekas sembuh”.
K1                      :  “iya de…terimakasih banyak atas kunjungannya…” (Ko melihat ibu dan bapak begitu senang dengan kedatangan saya, hal ini terlihat dari gaya mereka berbicara yang akrab dan santai, hal itu juga terjadi karena mereka cukup terbuka dengan terhadap apa yang mereka rasakan).
Ko                      : “Mari ibu – bapak, saya permisi dulu ya…”(kemudian bersama Ki melangkah keluar dan membuka pintu dengan tersenyum, senyuman sukacita karena sudah dikunjungi).
V. Penutup
Dalam percakapan di atas, menurut Konselor merupakan sebuah percakapan pastoral. Percakapan tersebut diakhiri oleh Konselor. Mengakhiri sebuah percakapan bedasarkan kebutuhan, situasi dan kondisi, serta waktu. Sebab pasien membutuhkan waktu banyak untuk beristirahat dalam rangka perawatannya. Konselor juga melihat bahwa Konseli sudah merasa nyaman, tenang dengan perkunjungan/percakapan yang diselingi dengan doa pada akhir-akhir percakapan. Dengan demikian Konseli merasa dihibur, dikuatkan serta dimotivasi supaya tetap kuat, semangat dan optimis menghadapi hidup ini di dalam Tuhan. Sikap konselor sangat menentukan mood dari Konseli untuk menceritakan bagaimana perasaan yang dialaminya. Ini yang Ko rasakan pada perkunjungan tersebut.



VI. Analisa Kasus
Pendeskripsian Gambar 1:
a.       Makanan harus dipilih-pilih
            Orang yang sakit tidak dapat mengkonsumsi makanan seperti biasanya (dalam keadaan sehat). Dalam keadaan sakit makanan sangat berpengaruh pada proses pemulihan dari sakit yang dialami. Makanan bagi orang sakit ditentukan sesuai dengan penyakit. Pada penyakit gula dan paru-paru, makanan yang dikonsumsi tidak boleh yang berlemak, telalu manis, pedas, dan keras. Salah mengkonsumsi makanan akan berakibat fatal si sakit. Biasanya makanan yang dikonsumsi oleh orang yang menderita penyakit gula berupa bubur dan sayur-sayuran yang dimasak tanpa dicampuri dengan minyak, lombok dan lain-lain.
b.      Sulit disembuhkan
            Orang yang menderita sakit gula dan paru-paru biasanya sangat sulit untuk disembuhkan. Butuh perawatan medis yang baik agar tidak bertambah parah dan kemungkinan dapat disembuhkan. Penyebab penyakit gula biasanya dari makanan yang masuk kedalam tubuh yang mengandung pemanis atau gula buatan. Biasanya sulit untuk disembuhkan. Paru-paru adalah organ vital dalam tubuh manusia. Paru-paru merupakan  organ pernapasan yang berhubungan dengan sistem peredaran darah. Jika paru-paru itu rusak maka sistem pernapasan juga akan rusak. Hal ini menyebabkan kepelbagaian penyakit pernapasan, seperti asma, TBC, dan lain-lain. Penyakit ini juga sulit untuk disembuhkan.
c.       Kurus
            Kurus berarti tidak berdaging dan tidak gemuk. Bobot badan yang tidak ideal. Ada berbagai macam penyebab seseorang menjadi kurus. Dalam kasus ini kurus yang dialami oleh konseli diakibatkan karena penyakit paru-paru yang di alaminya.
d.      Lemah
            Lemah berarti tidak berdaya dan tidak mimiliki kekuatan untuk melakukan sesuatu. Tidak bertenaga dan tidak kuat. Dalam kasus ini lemah dikarenakan dalam keadaan sakit.
e.       Takut
            Rasa takut adalah sebuah ekspektasi atau anstisipasi dari bahaya yang mungkin muncul. Takut adalah suatu perasaan emosional tentang sesuatu yang belum tentu terjadi di masa depan. Rasa takut timbul karena adanya dugaan atau prasangka dibuat-buat sendiri di dalam pikirannya. Rasa takut biasanya merupakan suatu perasaan yang tidak logis karena dirinya sendiri tidak mampu atau merasa tidak sanggup menghadapi kemungkinan buruk yang akan diterimanya.
f.       Gelisah
            Kegelisahan merupakan salah satu ekspresi dari kecemasan, kekhawatiran ataupun ketakutan yang sebabnya bermacam macam. Kegelisahan berarti tidak tentram hatinya, selalu merasa khawatir, tidak tenang, tidak sabar dan cemas. Kehadirannya berasal dari perasaan takut yang muncul tanpa suatu penyebab yang jelas (konflik yg tdk disadari, rasa bersalah tanpa alasan, kemarahan yg ditekan, rasa tdk aman, kegagalan, dsb).

g.      Pucat
            Orang pucat biasanya kulit berwarna putih pudar. Perubahan warna kuning menjadi putih akibat hilangnya pigmen. Pucat yang dialamai oleh konseli dikarenakan penyakit gula yang dideritanya. Dapat dilihat dari bibirnya dan matanya.

h.      Ekonomi melemah
            Dampak dari sakit yang di derita oleh konseli membuat ia tidak dapat melakukan apa-apa. Pekerjaan yang dikerjakannya sewaktu ia sehat tidak lagi dapat dikerjakannya. Akibatnya penghasilan dapat dikatakan tidak ada. Hanya mengharapkan bantuan dari keluarga dan lain-lain. Ekonomi menjadi lemah. Sedangkan untuk membayar pengobatan diperlukan biaya yang cukup mahal.
i.  Sosial kurang baik
                 Kita harus mengakui bahwa manusia merupakan mahluk sosial karena manusia       tidak bisa hidup tanpa berhubungan dengan manusia yang lain bahkan untuk urusan sekecil apapun kita tetap membutuhkan orang lain  untuk membantu kita. Sosial yang baik adalah ketika seseorang dalam keadaan sehat sehingga tercipta hubungan yang baik antara individu dengan individu maupun individu dengan kelompok. Begitu juga sebaliknya.

Pendeskripsian gambar 2:
a.       Harus Ekstra Keras dalam Merawat (istri)
     Sang istri, melihat suaminya yang sedang sakit tidak akan mungkin membiarkannya begitu saja, kecuali ada hal tertentu yang membuatnya demikian. Dalam kasus ini, dengan keadaan suaminya yang terbaring lemah, sang istri menjaga dan merawat suami semampu mungkin. Istri rela meninggalkan anak-anak, keluarga dan kampung halaman demi suami. Banyak tenaga yang diperlukan.
b.      Kurang tidur(istri)
     Ketika istri menemani suaminya yang berada dirumah sakit, dari matanya kelihatan bahwa ia kurang tidur. Karena setiap hari istri harus menjaga dan merawat suami. Kurang tidur dapat membuat seseorang jatuh sakit.
c.       Beban biaya (keluarga)
     Selama masa pengobatan ada dua rumah sakit yang menjadi tempat pengobatan konseli. Jelas bahwa biaya yang dikeluarkanpun tidaklah sedikit. Tidak mungkin konseli dapat membiayai pengobatan itu dengan keadaan ekonomi yang tidak terlalu baik. apalagi melihat pekerjaan konseli yang hanya seorang penambang emas. Ada dukungan dari keluarga yang ikut serta dalam membantu biaya pengobatan konseli.
d.      Beban pikiran
     Keadaan yang demikian, secara otomatis menjadi beban pikiran oleh orang-orang terdekat.
e.       Kurang perhatian
     Keadaan yang demikian juga mengakibatkan anak kurang diperhatikan. Padahal anak butuh bimbangan dari kedua orang tuanya. Dengan perhatian yang kurang, anak bisa saja terjerumus kedalam hal-hal yang tidak diinginkan. Kurangnya perhatian juga sangat mempengaruhi tumbuh kembang si anak.
f.       Sekolah terganggu
     Sekolah sangat menentukan masa depan seorang anak. Apabila sekolah anak terganggu maka masa depan seorang anakpun akan terganggu. Anak membutuhkan bimbingan kedua orang tuanya dalam menjalani sekolahnya.


V. Analisis Pendekatan Holistik dan Verbatim
  1. Aspek Fisik
                        Dalam analisis ini, penulis mencoba melihat bagaimana kondisi fisik yang di alami oleh Konseli. Manusia yang sakit pada umumnya memiliki kondisi fisik yang kurang baik. Hal inilah yang dialami oleh Konseli.Ia hanya dapat terbaring lemah dan tidak dapat melakukan apa-apa. Badan konseli kelihatannya kurus dan pucat. Hal ini akibat dari sakit gula dan paru-paru “(Bapak ini makannya sedikit, karena penyakit gula dan paru-paru, jadi makanan yg dimakan harus dipilih.” ( dengan mimik yang terlihat menahan rasa sakit))” yang dialaminya“(sebenarnya Bapak lama sudah sakit, dirawat di rumah, di Palangkaraya, dan baru kesini. Penyakitnya selalu kambuh. Efeknya juga badan bapak sering lemah, maka kami membawa bapak ke rumah sakit ini biar sakitnya tidak bertambah parah lagi)”  Dalam keadaan seperti ini jelas bahwa Konseli sangat memerlukan pelayanan medis yang baik dari pihak rumah sakit demi pemulihan kesehatan Konseli “(sebenarnya Bapak lama sudah sakit, dirawat di rumah, di Palangkaraya, dan baru kesini)”.
                        Memang dapat kita lihat bahwa sakit yang dialami oleh Konseli tak kunjung sembuh “(Penyakitnya selalu kambuh. Efeknya juga badan bapak sering lemah, maka kami membawa bapak ke rumah sakit ini biar sakitnya tidak bertambah parah lagi)”, tetapi juga Nampak bahwa Konseli memiliki keinginan besar untuk sembuh dari penyakit yang dideritanya(Bapak supaya cepat sembuh aja dek). Hal ini menggambarkan bahwa niat Konseli untuk sembuh menjadi kekuatan tersendiri baginya untuk bangkit dari penyakit tersebut. Orang sakit biasanya membutuhkan istirahat yang cukup supaya proses pemulihannya berjalan baik. Inilah yang menjadi pertimbangan Konselor untuk tidak berlama-lama melakukan pelayanan pastoral, dengan alasan ada kegiatan lain yang harus di laksanakan (Baiklah ibu – bapak…saya permisi dulu, bapak cepat sembuh ya…karena jam 17.00 ini, saya ada latihan dikampus).
  1. Aspek Mental
                                    Aspek Mental menggambarkan kebutuhan psikologi manusia yang berupa perhatian, kasih sayang, harkat-martabat, rasa aman, damai, perasaan emosional dan lain-lain. Orang yang sedang sakit membutuhkan hal-hal tersebut. Begitu juga dengan keadaan yang dialami oleh Konseli. Perhatian dan kasih sayang yang diberikan oleh orang-orang disekitarnya membuat Konseli merasa aman dan damai dan hal itu diharapkan dan dibutuhkan secara penuh oleh Konseli (Ko melihat bahwa ibu itu sangat perhatian sekali terhadap kondisi bapak, hal itu terlihat ketika air mata mengalir dari kelopak mata si bapak, ibu cepat-cepat mengambil tisue dan mengelapnya walaupun air mata ibu itu sendiri belum disekanya). Konselor berusaha untuk menunjukkan perhatian dan kasih sayang itu dengan tidak menambah beban dari konseli, sehingga dengan kehadiran konselor konseli merasa diringankan dari masalah yang sedang dihadapi, secara khusus aspek mental (aduh, maaf mengganggu bu ya?). Rasa simpati dan empati seketika muncul ketika konselor melihat keadaan dari konseli (Ko berfikir dan bergumam dalam hati, banyak juga ya orang yang sakitnya disebabkan oleh kadar gula).
  1. Aspek Sosial
            Relasi itu penting guna membina hubungan baik dengan Tuhan dan sesama. Relasi muncul karena adanya komunikasi antara pihak yang satu dengan yang lain. Berdasarkan analisis yang penulis lakukan, konseli memiliki keterbukaan dengan masalah sedang dihadapi ini menunjukkan bahwa konseli mau menjalin relasi dan percaya dengan konselor (bapak berusaha tersenyum)-( Ki menyambut saya dengan senyum yang bersahabat) Senyum di awal pertemuan menandakkan bahwa konselor diterima dengan baik oleh konseli, begitu juga dengan sang istri (ibu Nampak tersenyum). Hal itu memudahkan konselor untuk menjalin relasi yang baik dengan konseli. Kondisi yang pahit tidak menjadi batu sandungan bagi konselor untuk menjalin hubungan dengan orang lain.
  1. Aspek Spiritual
            Rasa sakit yang diderita oleh Konseli, tidak membuat dirinya untuk melupakan Tuhan. Hal ini nampak ketika konseli dan sang istri meminta untuk mendoakannya. Sebenarnya sebelumnya juga nampak bahwa istri sering mendoakan suaminya untuk kesembuhannya (Ibu sering berdoa kepada Tuhan untuk bapak, sebab ibu yakin Tuhan selalu ada dan melihat keadaan kita yang minta tolong). Hal ini berarti hubungan keluarga ini dengan Tuhan bisa dikatakan dekat. Disini, konselor juga mengupayakan memberikan Doa kepada konseli dan keluarga demi kesembuhan dan penguatan kepada keluarga (Baiklah ibu..bapak…mari kita bersama-sama berdoa untuk bapak…kesembuhan dan kekuatan Bapak untuk menjalani masa perawatan beliau, Ibu ada permohonan yang mau disampaikan dalam doa kita). Di tengah penderitaanya konseli dan istri selalu melibatkan Tuhan, terkhususnya dengan cara berdoa. Meskipun secara fisik konselor sedang jatuh, tetapi ia tidak meninggalkan Tuhan begitu saja. Dalam hal ini sang istri sangat mendukung spiritual suaminya, ia berdoa dan selalu memohon kesembuhan kepada Tuhan dan sang istri yakin bahwa Tuhan akan menolong orang yang meminta pertolongan kepadaNya (iya de…bapak sudah 4 hari dengan hari ini diopname di sini, dan kondisi bapak sudah mulai baikan…Ibu sering berdoa kepada Tuhan untuk bapak, sebab ibu yakin Tuhan selalu ada dan melihat keadaan kita yang minta tolong).
VI. Evaluasi
Kekuatan
Ø  Sikap ramah konseli dan terbuka membuat perbincangan menjadi semakin santai, dan relasi pun dibangun dengan baik dan manis. Sikap percaya terbangun antara Ko dan Ki.
Ø  Waktu yang cukup sehingga tidak tergesa-gesa.
Ø  Konseli terbuka terhadap masalahnya. Memaparkan harapan-harapan yang ada dalam hatinya kepada Ko.
Ø  Relasi yang baik antara Ko dan Ki membuat percakapanpun menjadi terfokus pada kemelut yang dialami oleh Ki, Ki menjadi terbuka mengungkapkannya, dan Ko menjadi pendengar yang baik. Sesekali melontarkan pertanyaan singkat untuk membuka dan mengeluarkan uneg-uneg yang ada di dalam hati Ki, tetapi tetap bukan sifatnya memaksa. Semua yang Ki ungkapkan adalah berdasarkan kemauannya sendiri, bukan paksaan dari Ko.
Kelemahan
Ø  Ketika suasana percakapan konseling dengan Bapak, Ibu seringkali keluar masuk kamar mandi, sehingga sedikit mengalihkan perhatian si bapak. Namun semua bisa di atasi oleh Ko dengan bertanya sesuatu kepada bapak sehingga ia fokus pada jawaban.
Ø  Ko saat itu sedikit terbawa suasana, karena melihat salah satu teman Ko menitikkan air mata. Karena itu Ko sebenarnya cepat-cepat menutup percakapan dengan mengajak berdoa.

Dalam percakapan yang Ko lakukan dan Ki, tidak ada suatu ungkapan apapun yang mengarah kepada perjanjian. Semua yang diperbincangkan mengalir apa adanya, Ko hanya mengakhiri perbincangan dengan Ki dengan berpamitan dengan alasan ada kegiatan. Ki2 adalah orang yang tampak sangat sabar, sehingga sulit bagi Ko untuk menggali seberapa dalam rasa yang dirasakan oleh Bapak itu dalam mengalami sakitnya. Tetapi itu merupakan kelemahan yang ada pada Ko mungkin karena masih pemula dalam hal konseling Pastoral.
Dari pertemuan dengan konseli di atas, menurut saya ada dimensi pastoral dalam pertemuan itu. Dimensi itu antara lain adanya kehadiran, penerimaan, doa, dan juga rasa iba. Kehadiran itu terlihat ketika ada pertemuan dengan konseli yang tidak hanya bertemu secara fisik tetapi juga ada menyentuh sisi psikis. Ada sisi teologis, karena melibatkan Allah, yakni nampak dalam doa. Ada juga rasa iba yang saya rasakan ketika melihat dan mencoba untuk memahami keadaan konseli. Mungkin ini adalah perasaan empati. Secara psikologis, pertemuan itu juga bisa memberikan dukungan moril/semangat kepada konseli. saya mengatakannya demikian, karena kehadiran seseorang bagi orang lain dalam suatu situasi yang berat akan memberikan suatu kekuatan tersendiri.
VI. Refleksi Teologis
Apa arti hidup? Andar Ismail mendefinisikannya dengan beberapa ungkapan yang saya pikir sangat menarik sebagai bahan refleksi. Berikut ini adalah beberapa kata tentang hidup yang Andar Ismail ungkapkan :
Hidup adalah tantangan – hadapilah
Hidup adalah tugas – tekunilah
Hidup adalah misteri – takjubilah
Hidup adalah impian – wujudkanlah
Hidup adalah janji – penuhilah.
Hidup adalah pemberian – hargailah
Hidup adalah cinta – terimalah dan berilah
Hidup adalah perjuangan – tuntaskanlah
Hidup adalah dambaan – raihlah

Sengaja saya masukan arti hidup menurut Andar Ismail di atas sebagai suatu wahana untuk mencari makna kehidupan ini dan untuk lebih memahami bahwa hidup ini ternyata adalah sebuah perjuangan yang harus diaperjuangkan. Artinya apa? Sebagai manusia yang diciptakan Tuhan segambar dengan diri-Nya (bdk.Kejadian 1:26), hidup ini harus dijaga, dipelihara dan ditempatkan sebagai sesuatu yang berharga dan sebagai ciptaan yang mahaluarbiasa oleh Tuhan. Sebab penjagaan terhadap tubuh dan hidup kita secara baik dan bertanggung jawab merupakan bentuk ucapan syukur kepada-Nya, karena hanya itu yang bisa dilakukan untuk membalasnya meskipun tidak sebanding.  Matius  6:25..Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Nats tersebut jelas berbicara, bahwa betapa pentingnya hidup itu, Yesus sendiri yang mengungkapkannya dalam khotbah di bukit.
            Tidak dapat dipungkiri bahwa rasa sakit yang diderita dan yang dialami kadang-kadang membuat manusia acuh tak acuh terhadap kondisi tubuhnya, keputusasaan dan kepasrahan menghantui dirinya bahkan berujung kepada bunuh diri karena sudah putus asa, penyakit tidak sembuh-sembuh dan lain sebagainya. Bunuh diri yang saya ungkapkan diatas adalah dengan mengabaikan kebutuhan-kebutuhan yang mendasar dari tubuh, jiwa dan fikiran. Rasa sakit membuat seseorang bisa berada atau terjebak dalam suatu keterpurukan kondisi. Berada dalam kondisi terpuruk merupakan ketakutan bagi semua orang, dan itu wajar-wajar saja karena manusia adalah terbatas dan penuh dengan kekuarangan. Tetapi satu hal yang mesti diingat bahwa Tuhan tidak pernah mengingkari janjinya kepada umat yang berserah dan berpengharapan hanya kepada-Nya. Dalam Markus pasal 11:24 dikatakan bahwa apa yang kita minta dan doakan secara sungguh-sungguh maka kita akan menerimanya asalkan kita percaya dan mengimani dengan sungguh. Tuhan akan memberikan apa yang diminta dengan iman dan percaya bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah.
Sebab itu kesakitan, pergumulan, permasalahan dan persoalan dalam hidup ini yang kita alami tidak pernah lepas dari intervensi Tuhan dan Tuhan tidak pernah membiarkan anak-anak hidup dalam kesengsaraan. Tuhan selalu campur tangan dalam kondisi apapun hidup kita, tergantung bagaimana kita meresponnya secara baik dan positif dan mempercayakan sepenuhnya dalam tangan Tuhan.
            Kadang-kadang tanpa kita sadari bahwa Tuhan bisa menggunakan penyakit untuk “menghajar” anak-anak yang dikasihi-Nya. Ibrani 12:6, “karena Tuhan menghajar orang-orang yang dikasihi-Nya dan menyesah orang-orang yang dikasihi-Nya sebagai anak.” Jikalau penyakit yang kita alami sebagai cambuk dan sesahan dari Tuhan, memang sulit dipahami, sukar masuk akal kita. Tetapi oleh iman yang sungguh daru Tuhan, firman itu menghiburkan, karena kita dikatakanh anak-Nya, anak yang dikasihi-Nya. Segala beban hidup termasuk penyakit yang dialami, patut dilihat sebagai alat didik bagi anak yang dikasihi. Hal ini bahwa kitalah anak didik yang dikasihi-Nya, yang dibela-Nya dengan darah dan tubuh-nya yang tergantung di kayu salib.
            Melalui segala kepahitan hidup, sakit penyakit yang menimpa, kita diajar, dididik oleh Tuhan supaya kita terbentuk menjadi anak baik yang tekun berdoa, tekun dalam iman, bersabar dan memiliki pengharapan penuh kepada janji Tuhan. Kita boleh berefleksi dalam berbagai peristiwa kehidupan untuk menggali rencana indah Allah melalui hidup kita.